Selasa, 01 Januari 2019

tugas PKN ''KODE ETIK JURNALISTIK DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI KEWARTAWANAN''


BAB I
PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang
Kedudukan pers umumnya dan pers Indonesia khusunya merupakan sarana sosialisasi (per excellentium) dimana semua jenis pesan yang pada awalnya merupakan milik pribadi telah disosialisasikan menjadi milik umum ketika pesan berpindah ke media massa/pers,sehingga menjadi forum publik.
Dilema yang dihadapi pers Indonesia antara lain, dari segi historis (sejarah) pers adalah alat perjuangan nasional melawan penjajah sehingga apakah pada masa pemerintahan kini sikap mengkritik masih dominan, ataukah mengambil sikap melaksanakan fungsi secara esensial pers itu sendiri.
Selama ini, banyak orang kaum awam yang menduga, mengira atau menganggap (karena tidak tahu) bahwa Pers adalah lembaga yang berdiri sendiri, tidak terkait dengan masyarakat. Dalam anggapan seperti itu, seorang wartawan atau jurnalis hanyalah seorang buruh yang bekerja di perusahaan. Pers berdasarkan Assigment atau penugasan redaksi.
Tak ubahnya seorang tukang yang bekerja sekedar untuk mencari sesuap nasi-tanpa rasa tanggung jawab moral terhadap profesi dan masyarakat. Pastilah ia tidak mengerti hakikat kebebasan bagi pers dan wartawan. Padahal media pers (cetak, radio, televisi, online- selanjutnya disebuah media atau pers). Sesungguhnya merupakan kepanjangan tangan dari ha-hak sipil publik, masyarakat Umum, atau dalam Bahasa publik disebut Rakyat.

     I.B.       Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah :
a.       Landasan hokum pers Indonesia
b.      Norma pers Indonesia
c.       Organosasi pers
d.      Sistem pers Indonesia
e.      Kode Etik Jurnalistik dan Tanggung Jawab Profesi Kewartawanan 

III.       TUJUAN
a.       Untuk mengetahui arti pentingnya pers di zaman sekarang
b.      Untuk menambah wawasan pembaca mengenai pers yang bebas dan bertanggung jawab
c.       Sebagai wadah pembelajaran bagi pembaca
d.      Sebagai tolak ukur kita untuk memahami mengenai pers yang bebas dan bertanggung jawab
e.       Untuk memenuhi tugas
f.    Salah satu syarat untuk mengikuti Ujian akhir sekolah















BAB II
PEMBAHASAN

    II.1. Landasan Hukum Pers Indonesia
a.       Pasal 28 UUD 1945
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang- undang”.
b.      Pasal 28 F UUD 1945
                        “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
     c.  Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
                       Lebih rincinya lagi terdapat pada Piagam Hak Asasi Manusia, Bab VI, Pasal 20 dan 21 yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20 : “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya”.
Pasal 21 : “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
     d. Undang-Undang No. 39 Tahun 2000 Pasal 14 Ayat 1 dan 2 tentang Hak Asasi Manusia     
(1) “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya”.
(2) “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia”.
     e.  Undang-undang No. 40 Tahun 1999 dalam Pasal 2 dan Pasal 4 ayat 1 tentang pers   
Pasal 2 berbunyi, “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum”.
Pasal 4 Ayat 1 berbunyi, “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara”.

      II.2. Norma-Norma Pers Nasional            
Pers sebagai salah satu unsur mass media yang hadir di tengah- tengah masyarakat demi kepentingan umum, harus sanggup hidup bersama-sama dan berdampingan dengan lembaga-lembaga masyarakat lainnya dalam suatu suasana keserasian/sosiologis. Dalam hal ini, corak hubungan antara satu dengan yang lainnya tidak akan luput dari pengaruh falsafah yang dianut oleh masyarakat dan bangsa kita, yakni Pancasila dan struktur sosial dan politik yang berlaku di sini.
Dalam melaksanakan fungsinya sehari-hari, partisipasi pers dalam pembangunan melibatkan lembaga-lembaga masyarakat lainnya yang lingkup hubungannya, dapat dibagi dalam dua golongan sebagai berikut:
a.       Hubungan antara pers dan pemerintah
b.      Hubungan antara pers dan masyarakat / golongan-golongan dalam masyarakat.              
Hubungan antara pers dan pemerintah terjalin dalam bentuk yang dijiwai oleh semangat persekawanan (partnership) dalam mengusahakan terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Dalam alam pembangunan, stabilitas politik, ekonomi dan sosial merupakan prasyarat untuk suksesnya usaha-usaha pembangunan yang sedang diselenggarakan. Dalam hal ini hendaknya pers merasa “terpanggil” untuk membantu pemerintah dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan umum demi kemantapan stabilitas yang dinamis, tanpa mengurangi hak-haknya memberikan kritik yang sehat dan konstruktif dalam alam kebebasan yang bertanggung jawab.
Dalam negara yang sedang membangun, pers sebagai lembaga masyarakat secara implisif perlu juga dibangun. Dalam hal ini, pemerintah sejauh kemampuannya merasa “terpanggil” untuk membantu usaha-usaha pers untuk membangun dirinya sendiri, agar dalam waktu secepat mungkin pers sendiri mampu mengembangkan dirinya atas dasar kekuatan sendiri.
Jika terjadi perbedaan atau konflik pendapat antara pemerintah dan pers dalam menjalankan fungsinya masing-masing, maka yang dijadikan dasar penyelesaian adalah ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, namun tetap dengan berlandaskan pada itikad baik untuk menjamin atau menegakkan asas kebebasan pers yang bertanggung jawab. Hubungan antara pers dan masyarakat dijiwai semangat dan itikad baik untuk saling membina demi kemajuan masing- masing.
Dalam menjalankan fungsi-fungsinya sebagai sarana penerangan, pendidikan umum, kontrol sosial dan hiburan pers menjadi wahana bagi pembinaan pendapat umum yang sehat. Di satu pihak, pers ikut menajamkan daya tangkap dan daya tanggap masyarakat terhadap langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Di lain pihak, dengan meningkatkan daya tangkap dan daya tanggap masyarakat tersebut yang akan tercermin dalam peningkatan secara kualitatif dankuantitatif pendapat umum yang disuarakan, pers dapat menjadi wahana untuk menyampaikan pendapat umum tersebut sebagai “denyut jantung” rakyat kepada pemerintah untuk dipakai sebagai bahan pengkajian bagi tepat tidaknya langkah-langkah kebijaksanaan tersebut. Dengan demikian pers membantu masyarakat meningkatkan partisipasinya dalam melaksanakan tugas-tugas nasional melalui komunikasi dua arahnya.
Dalam alam dan suasana membangun di mana pers sendiri masih memerlukan pembangunan diri di segala bidang, masyarakat perlu membantu dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan terhadap segala kekurangan yang terdapat di dalam pers atau secara positifnya, bantuan masyarakat ini diwujudkan dalam tetap menumpahkan kepercayaan masyarakat terhadap pers nasional sebagai salah satu sumber informasinya yang pokok. Dengan jalan demikian perbedaan atau konflik pendapat di dalam tubuh pers atau lingkungan pers sendiri, atau antara pers dengan masyarakat cq. golongan dalam masyarakat, dicarikan penyelesaiannya atas dasar hukum yang berlaku, namun tetap berlandaskan pada itikad baik dari suatu pers yang bertanggung jawab dalam alam hidup Pancasila.

      II.3. Organisasi Pers                        
Organisasi Pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers (ps. 1: 5). Organisasi-organisasi tersebut mempunyai latar belakang sejarah, alur perjuangan dan penentuan tata krama professional berupa kode etik masing-masing. PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) yang lahir di Surakarta, dalam kongresnya yang berlangsung tanggal 8-9 Februari 1946 dan SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar) yang lahir di serambi Kepatihan Yogyakarta pada hari Sabtu tanggal 8 Juni 1946, merupakan komponen penting dalam pembinaan pers Indonesia. Ketika itu di Indonesia sedang berkobar revolusi fisik melawan kolonialisme Belanda yang mencoba menjajah kembali negeri kita. 
Dari organisasi inilah adanya komponen sistem pers nasional, yang di dalamnya terdapat Dewan Pers sebagai lembaga tertinggi dalam sistem pembinaan pers di Indonesia dan memegang peranan utama dalam membangun institusi bagi pertumbuhan dan perkembangan pers. Dewan pers yang independent, dibentuk dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional (UU No. 40/1999 ps. 15: 1). 
Dewan pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1.      Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
  1. Melakukan pengkajian untuk pengembangan pers;
  2. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
  3. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers
  4. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintah;
  5.  Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
  6. Mendata perusahaan pers (ps. 15: 2).
          Anggota Dewan Pers terdiri dari:
1.      Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
  1. Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
  2. Tokoh masyarakat, ahli bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya yang dipilih oleh  organisasi perusahaan pers;
  3. Ketua dan wakil ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota;
  4. Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 3 pasal 15 ditetapkan dengan keputusan presiden;
  5. Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya
      II.4. Sistem Pers Indonesia
Sistem pers merupakan subsistem dari sistem komunikasi, sedangkan sistem komunikasi itu sendiri merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan (sistem sosial). Sistem komunikasi adalah sebuah pola tetap tentang hubungan manusia yang berkaitan dengan proses pertukaran lambang-lambang yang berarti untuk mencapai saling pengertian dan saling mempengaruhi dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat yang harmonis. Ciri khas sistem pers adalah sebagai berikut :
1.       integrasi (integaration )
  1. keteraturan (regularity )
  2. keutuhan (wholeness )
  3. organisasi (organization )
  4. koherensi (coherence )
  5. keterhubungan (connectedness )
  6. ketergantungan (interdependence ) dari bagian-bagiannya.
Inti permasalahan dalam sistem kebebasan pers adalah sistem kebebasan untuk mengeluarkan pendapat (freedom of expression ) di negara-negara barat atau sistem kemerdekaan untuk “mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan”, sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945. 
Faham dasar sistem pers Indonesia tercermin dalam konsideran Undang-undang Pers, yang menegaskan bahwa “Pers Indonesia (nasional) sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun”. 
Dengan demikian, sistem pers Indonesia tidak lain adalah sistem pers yang berlaku di Indonesia. Kata “Indonesia” adalah pemberi, sifat, warna, dan kekhasan pada sistem pers tersebut. Dalam kenyataan, dapat dijumpai perbedaan-perbedaan essensial sistem pers Indonesia dari periode yang satu ke periode yang lain, misalnya Sistem Pers Demokrasi Liberal, Sistem Pers Demokrasi Terpimpin, Sistem Pers Demokrasi Pancasila, dan Sistem Pers di era reformasi, sedangkan falsafah negaranya tidak berubah
II.5. Kode Etik Jurnalistik dan Tanggung Jawab Profesi Kewartawanan
Kode Etik adalah suatu pedoman tingkah laku yang hanya berlaku bagi sekelompok orang yang menjalankan profesi tertentu. Menurut pasal 7 ayat 2 UU No 40 tahun 1999, Kode Etik Jurnalistik adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “Kode Etik Jurnalistik” diartikan sebagai aturan tata susila kewartawanan; norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku dan tata krama penerbitan.
Adapun ciri-ciri dari kode etik adalah sebagai berikut :
  1. Kode etik memiliki sanksi yang bersifat moral bagi anggotanya, bukan sanksi pidana.
  2. Daya jangkau suatu kode etik hanya berlaku pada anggota organisasi atau kelompok tersebut.
  3. Kode etik dibuat dan disusun oleh lembaga/kelompok profesi yang bersangkutan sesuai dengan aturan organisasi dan bukan dari pihak luar.
Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dibentuk pada tanggal 6 Agustus 1999 disepakati dan ditandatangani oleh wakil dari 26 organisasi wartawan. Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) merupakan kode etik yang disepakati semua organisasi wartawan cetak dan elektronik termasuk Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Himpunan Praktisi Penyiaran Indonesia (HPPI).
Media massa pers berperan membinaa dan mengembangkan pendapat umum (publik opini), menumbuhkan, dan menyalurkan aspirasi masyarakat secara positif dan konstruksi, serta mengembangkan komunikasi timbal balik antara kekuatan sosial masyarakat. Lebih jauh lagi media massa ikut pula berperan dalam penumbuhan dan pengembangan kehidupan sistem politik demokrasi.
Penerapan pers yang bebas dan bertanggun jawab dikembangkandan dibina dalam suasana harmonis terhadapa lingkungan, serta merangsang timbulnya kreativitas, bukan sebaliknya menimbulkan ketegangan – ketegangan yang bersifat antagonistis.
Kehidupan pers nasional Indonesia merupakan produk dari sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat yang diproyeksikan ke dalam bidang kegiatan pers, maka dalam menjalankan peranannya pers sebagai salah satu modal bangsa menggunakan aturan main (rules of game) pers nasional:
  1. Landasan Idiil : Falsafah Pancasila (Pembukaan UUD 1945).
  2. Landasan Konstitusi : Undang – Undang Dasar 1945.
  3. Landasan Yuridis : Undang – Undang Pokok Pers.
  4. Landasan  Strategis : GBHN.
  5. Landasan Profesional : Kode Etik Jurnalistik.
  6. Landasan Etis : Tata nilai yang berlaku dalam masyarakat.
II.5.A. Pertanggungjawaban
  1. Pers sebagai salah satu unsur mass madia yang hadir di tengah masyarakat bersama dengan lembaga masyarakat lainnya harus mampu menjadikan diri sebagai forum pertukaran pikiran, komentar, dan kritik yang bersifat menyeluruh dan tuntas, tidak membedakan kelompok, golongan, dan etnis, ataupun agama. Semuanya itu harus mendapatkan porsi yang seimbang.
  2. Per dalam pengembangan kegiatan sehari – hari harus berada dalam konteks interaksi positif antara pers dan pemerintah serta masyarakat. Jika ada masalah dalam masyarakat, maka pers berupa membantu menjernihkan persoalan, bukan sebaliknya ikut memperburuk persoalan yang ada di lingkungan masyarakat itu. Ia harus memainkan fungsi mendidiknya.
  3. Guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, pers perlu melakukan hal – hal berikut:
  4. Menghimpun bahan – bahan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat, sehingga dapat memberikan partisipasinya dalam melancarkan program pembangunan.
  5. Mengamankan hak – hak pribadi (hak asasi) untuk menghindari tirani dan membina kehidupan yang demokratis sehingga golongan minoritas tidak ditindas oleh golongan mayoritas.
  6. Mampu menampung dan menyalurkan kritik dan saran yang bagaimanapun pedasnya, sekalipun yang dituju pers itu sendiri, demi berlangsungnya perbaikan dan penyempurnaan.
  7. Memberikan penerapan melalui iklan dengan sebaik – sebaiknya kepada masyarakat tentang barang dan jasa yang berguna dan tepat guna dari produk – produk yang ada.
  8. Memerihara kesejahteraan masyarakat dan memberikan hiburan, seperti dengan menyajikan cerita pendek, fiksi, teka – teki silang, komik, dan sebagainya.
  9. Memupuk kekuatan sendiri (permodalan dan sumber daya manusianya) sehingga bebas dari pengaruh luar, seperti pemberi modal dan intervensi dan pihak – pihak tertentu yang bisa mempengaruhi kebebasan dan idealismenya.
  10. Menjalankan fungsi kemasyarakatan dengan melakukan penyelidikan untuk mendapatkan kebenaran dan kontrol seosial demi kepentingan umum, namun dalam penyajiannya harus bersifat objektif dan mengemukakan alternatif – alternatif pemecahan, tidak bersifat menghasut apalagi memvonis seseorang (trial by the press).
  11. Dalam penyajian tulisannya, pers dengan bijaksana harus menggunakan pendekatan praduga tak bersalah (presumption of innocence), terutama berita – berita yang langsung menyinggung pribadi (hak asasi) seseorang seperti kesusilaan.
  12. Menghindari penyajian barita sensitif baik berupa gambar, ulasan, karikatur, dan sebagainya yang dapat menimblkan gangguan stabilitas, seperti menyangkut suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
  13. Menghindari penulisan, berita, ulasan, cerita, gambar, dan karikatur yang cenderung bersifat pornografi dan sadisme, kekejaman dan kekerasan yang tidak sesuai dengan nilai – nlai moral. Demikian pula pemberitahuan yang bersifat gosip (desas – desus) tanpa didukung fakta yang kuat dan akan merusak nama baik seseorang, atau golongan.
  14. Pers dapatmenyajikan bahan siaran atau tulisan – tulisannya yang selalu menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi dan golongannya. Juga harus menghindari penyebaran secara terbuka dan terselubung ajaran Marxisme / Leninisme atau Komunisme
II.5.B. Kode Etik Jurnalistik
Dalam melaksanakan fungsi dan peranannya yang strategis, pers melalui organisme Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) telah menentukan Kode Etik Kewartawanan yang sudah dimulai sebelum Indonesia merdeka, seperti Persatuan Djurnalis Indonesia (PERDI).
Kode Etik Jurnalistik merupakan aturan mengenai perilaku dan pertimbangan moral yang harus dianut dan ditaati oleh media pers dalam siarannya. Secara lengkap Kode Etik Jurnalistik adalah sebagai berikut:

Pembukaan

Bahwasannya kemerdekaan pers adalah perwujudan kemerdekaan menyatakan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945, dan karena itu wajib dihormati semua pihak.
Kemerdekaan pers merupakan salah satu ciri negara hukum yang dikehendaki oleh penjelasan – penjelasan Undang – Undang Dasar 1945. Sudah barang tentu kemerdekaan pers itu harus dilaksanakan dengan tanggung jawab sosial serta jiwa Pancasila demi kesejahteraan dan keselamatan bangsa dan negara. Karena itulah PWI menetapkan Kode Etik Jurnalistik untuk melestarikan asas kemerdekaan pers yang bertanggung jawab.
Pasal 1
Kepribadian wartawan indonesia
Wartawan Indonesia adalah warga negara yang memiliki kepribadian:
1.      Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  1. Berjiwa Pancasila;
  2. Taat pada Undang – Undang Dasar 1945;
  3. Bersifat ksatria;
  4. Menjunjung tinggi hak – hak asasi manusia;
  5. Berjuang untuk emansipasi bangsa dalam segala lapangan sehingga dengan demikian bangsa – bangsa di dunia.
Pasal 2
Pertanggungjawaban
  1. Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan perlu / patut atau tidaknya suatu barita, tulisan, gambar, karikatur, dan sebagainya disiarkan. 
  2. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan
  3.  Hal – hal yang sifatnya destruktif dan dapat merugikan negara dan bangsa; 
  4. Hal – hal yang dapat menimbulkan kekacauan; 
  5. Hal – hal yang dapat menyinggung perasaan susila, agama kepercayaan, atau keyakinan seseorang atau sesuatu golongan yang dilindungi undang – undang. 
  6. Wartawan Indonesia melakukan pekerjaan berdasarkan kebebasan yang bertanggung jawab demi keselamatan umum. Ia tidak menyalahgunakan jabatan dan kecakupannya untuk menjalankan tugas jurnalistiknya yang menyangkut bangsa dan negara lain, mendahulukan kepentingan nasional Indonesia.
Pasal 3
cara pemberitaan dan menyatakan pendapat
  1. Wartawan Indonesia menempuh jalan dan cara yang jujut untuk memperoleh bahan – bahan berita dan tulisan dengan selalu menyatakan identitasnya sebagai wartawan apabila sedang melakukan tugas peliputan 
  2. Wartawan Indonesia meneliti kebenaran suara berita atau keterangan sebelum menyiarkannya, dengan juga memperhatikan kredibilitas sumber berita yang bersangkutan. 
  3. Di dalam menyusun suatu berita, wartawan Indonesia membedakan antara kejadian (fakta) dan pendapat (opini), sehingga tidak mencampuradukkan fakta dan opini tersebut. 
  4. Kepala – kepala berita harus mencerminkan ini berita. 
  5. Dalam tulisan yang memuat pendapat tantang sesuatu kejadian (byline story), wartawan Indonesia selalu berusaha untuk bersikap objektif, jujur, dan sportif berdasarkan kebebasan yang bertanggung jawab dan menghindarkan diri dari cara – cara penulisan yang bersifat pelanggaran kehidupan pribadi (privacy), sensasional, imoral, atau melanggar kesusilaan. 
  6. Penyiaran setiap berita atau tulisan yang berisi tuduhan yang tidak berdasar, desas – desus, hasutan yang dapat membahayakan keselamatan bangsa dan negara, fitnahan, pemutarbalikan sesuatu kejadian, merupakan pelanggaran berat terhadapa profesi jurnalistik. 
  7. Pemberitaan tentang jalannya pemeriksaan perkara pidana di dalam sidang – sidang pengandalian harus dijiwai oleh prinsip “praduga tak bersalah”, yaitu bahwa seorang tersangka harus dianggap bersalah telah melakukan suatu tindak pidana apabila tersangka harus dianggap bersalah telah melakukan tindakan pidana apabila ia telah dinyatakan terbukti bersalah dalam keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. 
  8. Penyiaran nama secara lengkap, identitas, dan gambar dari seorang tersangka dilakukan dengan penuh kebijakasaan, dan dihindarkan dalam perkara – perkara yang menyangkut kesusilaan atau menyangkut anak – anak yang belum dewasa. Pemberitaan harus selalu berimbang antara tuduhan dan pembelaan dan dihindarkan terjadinya trial by press.

Pasal 4
Hak Jawab
  1. Setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak benar atau berisi hal – hal yang menyesatkan, harus dicabut kembali atau diralat atas keinsafan wartawan sendiri.
  2. Pihak yang merasa dirugikan wajib kesempatan sepertinya untuk menjawab atas memperbaiki pemberitaan yang maksud, sedapat mungkin dalam ruang yang sama ddengan pemberitaan semula dam maksilam sama panjangnya asal saja jawaban atau perbaikan itu dilakukan secara wajar.
Pasal 5
Sumber Berita
  1. Wartawan Indonesia menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak bersedia disebut namanya. Dalam hal berita tanpa menyebutkan nama sumber tersebut disiarkan, maka segala tanggung jawab berada pada wartawan dan / atau penerbit pers yang bersangkutan.
  2. Keterangan – keterangan yang diberikan secara off the record tidak disiarkan, kecuali apabila wartawan yang bersangkutan secara nyata – nyata dapat menimbulkan bahwa ia sebelumnya memiliki keterangan – keterangan yang kemudian ternyata diberikan secara off the record itu. Jika seorang wartawan tidak ingin terkait pada keterangan yang akan diberikannya dalam suatu pertemuan secara off the record, maka ia dapat tidak menghadirinya.
  3. Wartawan Indonesia dengan jujur menyebut sembernya dalam mengutip berita, gambar, atau tulisan dari suatu penerbitan pers, baik yang terbit di dalam maupun di luar negeri. Perbuatan plagiat, yaitu mengutip berita, gambar, atau tulisan tanpa menyebutkan sumbernya, merupakan pelanggaran berat.
  4. Penerimaan imbalan atau suatu janji untuk menyiarkan suatu berita, gambar, atau tulisan yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang, sesuatu golongan atau sesuatu pihak dilarang sama sekali.
Pasal 6
Kekuatan kode etik
M. Alawi Dahlan ,Ph. D, menyebutkan ada tiga faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik, yakni:
1.      Etik Institusional, yaitu sistem aturan, peraturan, kebijakan, dan kendala formal yang dikembangkan oleh institusi yang memiliki media, maupun yang mengawasi media. Fungsinya adalah untuk mencapai tujuan institusi yang bersangkutan, seperti penegakan ideologi, keuntungan, kekuasaan, dan sebagainya.
2.      Etik Personel, yaitu sistem nilai dan moralitas perorangan yang merupakan hati nurani wartawan, didasarkan pada keyakinan atau kepercayaan pribadi yang menimbang tindakan yang hendak dilakukannya.
3.      Etik Profesional, yaitu menetukan cara pemberian yang paling tepat sehingga informasi itu mudah diterima oleh khalayak, dalam proporsi yang wajar. Kode Etik Profesional ini adalah tolak ukur perilaku dan pertimbangan moral yang disepakati bersama oleh komunitas profesi jurnalistik. Tujuannya adalah untuk menghasilkan karya yang memenuhi kebbutuhan khalayak akan informasi, namun dilakukan dengan cara tanggung jawab sosial yang tinggi.
Dalam penerapan Kode Etik Jurnalistik, ia akan bergerak di antara Etik Personal dan Etik Institusional. Etik Profesional mungkin saja berbeda dengan Etik Institusional yang berlaku di segala media yang bersangkutan, sekali pun Etik Personal telah meloloskan materi berita besangkutan. Pembinaan dan pengembangan media pers akan ditentukan oleh sikap dan kepribadian dari media bersangkutan atau dalam hal ini bisa dikatakan oleh wartawannya.
Kredibilitas sebuah media pers itu akan ditentukan oleh objektif tidaknya materi berita yang disiarkannya, tanggung jawab sosial yang diperhatikannya, kedalam, dan ketajaman oleh ketaatannya kepada Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik. Ini akan terus berperan dan semakin penting dalam menyongsong kemajuan dan perkembangan teknologi di masa mendatang. Hal – hal yang tidak mungkin diambil dan diungkapkan pada saat sekarang dengan kemajuan teknologi seperti kamera, tape recorder, alat penyadap percakapan yang semakin canggih, kiranya hanya bisa diatasi dengan penataan Kode Etik Jurnalistik.
Demikian juga halnya dengan pelesterian nilai – nilai kepribadian bangsa, ideologi pancasila bila berhadapan dengan globalisasi dunia bila berhadapan dengan globalisasi dunia dan kemajuan ilmu teknologi, perlu pengawalannya dengan Kode Etik Jurnalistik. Jangan wartawan terjebak untuk memanipulasi informasi, menyiarkan berita secara tidak jujur.
Di luar kode Etik Jurnalistik yang telah disusun masing-masing organisasi wartawan, Dewan Pers menyusun Kode Praktik media sebagai upaya penegakkan independensi serta penerapan prinsip pers mengatur sendiri. Kode etik yang disusun ini juga berfungsi menjamin berlakunya etika dan standar jurnalis professional serta media yang bertanggungjawab. Jika semua media patuh pada kode etik yang telah berlaku dan disepakati diharapkan bisa menerapkan regulasi sendiri dan lepas dari ketentuan undang-undang atau peraturan khusus. Dewan Pers memandang perlu disusun kode praktik yang berlaku bagi media untuk mempraktikkan standarisasi kerja jurnalistik, yang meliputi sebagai berikut .
1.      Akurasi
  • Dalam menyebarkan informasi, pers wajib menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan individu atau kelompok,
  • Pers tidak menerbitkan informasi yang kurang akurat, menyesatkan, atau diputarbalikkan Ketentuan ini juga berlaku untuk foto dan gambar,
  •  Jika diketahui informasi yang dimuat/ disiarkan ternyata tidak akurat, menyesatkan, atau diputarbalikkan, koreksi harus segera dilakukan, jika perlu disertai permohonan maaf,
  • Pers wajib membedakan antara komentar, dugaan, dan fakta,
  • Pers menyiarkan secara seimbang dan akurat hal-hal yang menyangkut pertikaian yang melibatkan dua pihak,
  •  Pers kritis terhadap sumber berita dan mengkaji fakta dengan hati-hati.
2.      Privasi
  • Setiap orang berhak dihormati privasinya, keluarga, rumah tangga, kesehatan, dan kerahasiaan surat-suratnya. Menerbitkan hal-hal di atas tanpa izin dianggap gangguan atas privasi seseorang.
  • Penggunaan kamera lensa panjang untuk memotret seseorang di wilayah privasi tanpa seizin yang bersangkuta tidak dibenarkan,
  • Wartawan tidak menelepon, bertanya, memaksa, atau memotret seseorang setelah diminta untuk menghentikan upaya itu,
  • Wartawan tidak boleh bertahan di kediaman nara sumber yang telah meminta meninggalkan tempat, termasuk tidak membuntuti nara sumber itu,
  • Wartawan dan fotografer tidak diperbolehkan memperoleh atau mencari informasi dan gambar melalui intimidasi, pelecehan atau pemaksaan,
  • Pers wajib berhati-hati, menahan diri menerbitkan, menyiarkan informasi yang bisa dikategorikan melanggar privasi, kecuali hal itu demi kepentingan publik,
  • Redaksi harus menjamin wartawannya mematuhi semua ketentuan tersebut, tidak menerbitkan bahan dari sumber-sumber yang tidak memenuhi ketentuan tersebut.
3.      Pornografi
Pers tidak menyiarkan informasi dan produk visual yang diketahui menghina atau melecehkan perempuan. Media pornografi tidak termasuk kategori pers. Meski demikian adakalanya pers menyiarkan informasi, gambar yang dinilai menyinggung rasa kesopanan individu atau kelompok tertentu. Dalam penilaian pornografi harus disesuaikan dengan perkembanagan zaman dan keragaman masyarakat.
4.      Diskriminasi
  • Pers menghindari prasangka atau sikap merendahkan seseorang berdasarkan ras,  warna kulit, agama, jenis kelamin, atau kecenderungan seksual, terhadap kelemahan fisik dan mental, atau penyandang cacat,
  • Pers menghindari penulisan yang mendetail tentang ras seseorang, warna kulit, agama, kecenderungan seksual, dan terhadap kelemahan fisik dan mental atau penyandang cacat, kecuali hal itu secara langsung berkaitan dengan isi berita.
5.      Liputan Kriminalitas
  • Pers menghindari identifikasi keluarga atau teman yang dituduh atau disangka melakukan kejahatan tanpa seizin mereka
  • Pertimbangan khusus harus diperhatikan untuk kasus anak-anak yang menjadi saksi atau menjadi korban kejahatan,
  • Pers tidak boleh mengidentifikasi anak-anak di bawah umur yang terlibat dalam kasus serangan seksual, baik sebagai korban maupun saksi,
6.      Cara-cara yang tidak dibenarkan
  • Jurnalis tidak memperoleh atau mencari informasi atau gambar melalui cara-cara yang tidak dibenarkan atau menggunakan dalih-dalih,
  •  Dokumen atau foto hanya boleh diambil tanpa seijin pemiliknya,
  • Dalih dapat dibenarkan bila menyangkut kepentingan publik dan hanya ketika bahan berita tidak bisa diperoleh dengan cara-cara yang wajar.
7.   Sumber rahasia
Pers memiliki kewajiban moral untuk melindungi sumber-sumber rahasia atau konfidensial.
8.   Hak jawab dan bantahan
a.       Hak jawab atas berita yang tidak akurat harus dihormati,
b.       Kesalahan dan ketidakakuratan wajib segera dikoreksi,
c.       Koresi dan sanggahan wajib diterbitkan segera.













BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
            Pers yang bebas dan merdeka di sini bukan bebas yang sebebas-bebasnya. Bebas dan merdeka dapat diartikan terbebas dari segala tekanan, paksaan atau penindasan dari pihak manapun termasuk pemerintah negara atau pihak-pihak tertentu. Dengan demikian, pers dapat bebas dan berekspresi tanpa tekanan dan paksaan dari pihak manapun tetapi tidak mengabaikan etika, nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku, serta memegang teguh kode etik jurnalistik sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
            Kedudukan pers umumnya dan pers Indonesia khusunya merupakan sarana sosialisasi (per excellentium) dimana semua jenis pesan yang pada awalnya merupakan milik pribadi telah disosialisasikan menjadi milik umum ketika pesan berpindah ke media massa/pers, sehingga menjadi forum publik.
III.2. Saran
Pers di indonesia hendaknya menjadi pers yang dapat bekerja sebagai pemberi informasi yang baik. Sehingga nantinya informasi yang didapatkan oleh masyarakat adalah informasi yang bermutu. Kebebasan yang didapatkan oleh pers seharusna bisa menunjang kerja pers, sehinnga informasi yang dikeluarkan oleh pers dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.



1 komentar:

  1. 1xbet korean - Sportsbet, Football, Live Betting
    1xbet korean is a website septcasino providing a wide range of 메리트 카지노 쿠폰 sports betting markets including, Football, Live Betting and Football 1xbet korean games.

    BalasHapus